Apa yang dimaksud dengan mahrom ?
Mahrom adalah orang-orang yang haram dinikahi selamanya karena hubungan darah, persusuan, atau pernikahan. Artikel ini membahas pengertian mahrom, jenis-jenisnya, dan pentingnya memahami batasan pergaulan dalam Islam.

Dalam kehidupan seorang muslimah, memahami siapa saja yang termasuk mahrom bukan sekadar pengetahuan biasa—tapi bagian penting dari menjaga diri dan menjalani hidup sesuai tuntunan syariat. Sayangnya, masih banyak yang belum memahami konsep ini secara tepat, bahkan dalam penyebutan istilah pun sering salah kaprah. Istilah “muhrim”, misalnya, sering digunakan untuk menyebut orang yang menjadi mahrom, padahal dalam bahasa fikih, muhrim adalah orang yang sedang berihram untuk haji atau umrah.
Lalu, siapa sebenarnya yang disebut sebagai mahrom? Dan mengapa pemahamannya penting?
Apa Itu Mahrom?
Para ulama telah menjelaskan makna mahrom dengan cukup rinci. Imam Ibnu Qudamah rahimahullah mendefinisikan mahrom sebagai:
“Orang yang haram dinikahi selamanya karena hubungan darah, persusuan, atau pernikahan.”
(Al-Mughni, 6/555)
Senada dengan itu, Imam Ibnu Atsir mengatakan bahwa mahrom adalah orang yang haram dinikahi secara permanen, seperti ayah, anak, saudara, dan paman.
Syaikh Shalih Al-Fauzan juga menambahkan, bahwa mahrom bagi wanita termasuk suaminya, serta orang-orang yang haram dinikahi karena hubungan nasab (seperti ayah dan saudara), atau karena sebab lain yang diakui dalam syariat, seperti saudara sepersusuan atau ayah tiri.
Tiga Kategori Mahrom
Secara garis besar, mahrom terbagi ke dalam tiga kategori utama:
1. Mahrom Karena Nasab (Hubungan Darah)
Inilah kategori mahrom yang paling umum dikenal. Allah Ta’ala menyebut mereka secara langsung dalam QS. An-Nur ayat 31. Mereka adalah:
-
Ayah dan kakek, baik dari garis ayah maupun ibu. Ayah angkat tidak termasuk mahrom, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Ahzab: 4.
-
Anak laki-laki dan cucu, dari anak laki-laki maupun perempuan. Anak angkat juga tidak termasuk.
-
Saudara laki-laki, baik sekandung, seayah, atau seibu.
-
Keponakan laki-laki, anak dari saudara laki-laki atau perempuan.
-
Paman, dari pihak ayah atau ibu. Meski tak disebutkan dalam QS. An-Nur: 31 secara eksplisit, mayoritas ulama sepakat bahwa paman termasuk mahrom karena kedudukannya setara dengan ayah.
2. Mahrom Karena Persusuan
Dalam Islam, persusuan yang sah bisa menciptakan hubungan mahrom. Namun, tidak semua persusuan menyebabkan seseorang menjadi mahrom. Syaratnya adalah lima kali persusuan yang mengenyangkan saat anak masih bayi, sebagaimana disebutkan dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Allah berfirman dalam QS. An-Nisa: 23:
“… dan ibu-ibumu yang menyusui kamu serta saudara perempuan sepersusuan …”
Mahrom karena persusuan mencakup:
-
Bapak persusuan, yaitu suami dari ibu susu, termasuk kakek dari garis persusuan.
-
Anak laki-laki dari ibu susu, termasuk cucu dan keturunannya.
-
Saudara laki-laki sepersusuan
-
Keponakan sepersusuan
-
Paman persusuan
Hukum ini selaras dengan hadits Nabi ﷺ:
“Diharamkan karena persusuan sebagaimana diharamkan karena nasab.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
3. Mahrom Karena Pernikahan (Mushoharoh)
Mahrom juga bisa terjadi karena hubungan pernikahan. Ini mencakup orang-orang yang haram dinikahi karena adanya ikatan pernikahan, baik langsung maupun melalui pasangan.
Dalilnya antara lain terdapat dalam QS. An-Nisa: 22-23 dan QS. An-Nur: 31. Yang termasuk mahrom karena pernikahan adalah:
-
Suami
-
Ayah mertua (ayah dari suami)
-
Anak tiri, yaitu anak dari istri yang sudah pernah digauli
-
Menantu laki-laki
-
Ibu tiri, istri dari ayah kandung
Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa suami memiliki kedudukan khusus yang tidak dimiliki mahrom lainnya, sebab ia diperbolehkan melihat seluruh perhiasan istrinya.
Mengapa Penting Mengetahui Mahrom?
Mengetahui siapa saja yang termasuk mahrom bukan hanya penting dalam konteks pergaulan dan aurat, tapi juga berkaitan erat dengan hukum safar tanpa mahrom, larangan kholwat, batasan pernikahan, dan wali nikah.
Pemahaman ini akan menjaga seorang muslimah dari pelanggaran syariat yang mungkin terjadi karena ketidaktahuan. Lebih dari itu, mengenal mahrom adalah bagian dari menjaga kehormatan diri sebagaimana yang diajarkan oleh Islam.
Baca juga : Ikhtilat: Pengertian, Dampak, dan Pandangan Islam
Penutup
Istilah “mahrom” mungkin terdengar sederhana, tapi dampaknya besar dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim dan muslimah. Jangan sampai kita keliru dalam memahami dan menerapkannya. Mari menjadi bagian dari umat yang menjaga batas-batas Allah dengan ilmu, bukan sekadar tradisi.
Wallahu A’lam.