Mengendalikan Amarah dalam Islam: Tuntunan Al-Qur'an dan Hadis
Pelajari cara mengendalikan marah sesuai ajaran Islam dengan dalil dari Al-Qur'an dan hadis. Temukan tips praktis menahan amarah, meredakan emosi, serta pentingnya sabar dalam menghadapi situasi sulit.

Amarah adalah emosi yang normal dan sering kali sehat ketika kita menghadapi masalah atau ancaman. Namun, jika amarah tidak terkendali, ia dapat menjadi berbahaya dan menyebabkan masalah dalam hubungan kita serta mempengaruhi kesejahteraan diri. Dalam Islam, amarah bukan hanya sekadar emosi, tapi juga bagian dari ujian yang harus kita kendalikan. Lalu, apa yang dikatakan Islam tentang amarah?
Pentingnya Mengendalikan Amarah dalam Islam
Dalam Al-Qur'an, Allah menyebut kendali amarah sebagai salah satu ciri dari hamba-hamba-Nya yang saleh. Allah berfirman:
Bahasa Arab:
الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Latin: Alladhīna yunfiqūna fiṣ-ṣarrā’i waḍ-ḍarrā’i wal-kāẓimīnal-ghaiẓa wal-‘āfīna ‘anin-nās, wallāhu yuḥibbul-muḥsinīn
Artinya: "Yaitu orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarah serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan."
(QS. Ali Imran: 134)
Mengendalikan amarah juga ditekankan dalam banyak hadis Nabi Muhammad SAW. Salah satunya adalah ketika seorang sahabat meminta nasihat kepada Rasulullah SAW. Nabi bersabda: "Jangan marah!" Sahabat tersebut mengulangi permintaannya beberapa kali, dan Nabi tetap berkata: "Jangan marah!" (HR. Bukhari no. 6116).
Ini menunjukkan betapa pentingnya kita sebagai umat Islam untuk tidak membiarkan amarah menguasai diri kita. Rasulullah SAW tidak meminta kita untuk menghilangkan amarah sepenuhnya, karena amarah adalah bagian dari fitrah manusia. Namun, kita diperintahkan untuk tidak membiarkan amarah itu merusak diri kita dan hubungan dengan orang lain.
Jenis Amarah dalam Islam: Amarah yang Benar dan Tidak Benar
Tidak semua amarah itu buruk. Dalam beberapa situasi, amarah yang muncul bisa disebut sebagai amarah yang benar atau righteous anger. Contohnya adalah ketika kita marah karena melihat ketidakadilan atau pelanggaran terhadap aturan-aturan Allah. Dalam Al-Qur’an, Nabi Musa AS digambarkan marah ketika melihat kaumnya menyembah anak lembu:
Bahasa Arab:
وَلَمَّا رَجَعَ مُوسَىٰٓ إِلَىٰ قَوْمِهِۦ غَضْبَٰنَ أَسِفًۭا قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِى مِنۢ بَعْدِىٓ ۖ أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ ۖ وَأَلْقَى ٱلْأَلْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُۥٓ إِلَيْهِ ۚ قَالَ ٱبْنَ أُمَّ إِنَّ ٱلْقَوْمَ ٱسْتَضْعَفُونِى وَكَادُوا۟ يَقْتُلُونَنِى فَلَا تُشْمِتْ بِىَ ٱلْأَعْدَآءَ وَلَا تَجْعَلْنِى مَعَ ٱلْقَوْمِ ٱلظَّـٰلِمِينَ
Latin: Walammā raja'a mūsā ilā qaumihī ghaḍbāna asifan qāla bi'samā khalaftumūnī min ba'dī, a'jiltum amra rabbikum, wa-alqā al-alwāḥa wa-akhadza birā'si akhīhi yajurruhu ilayh.
Artinya: "Maka ketika Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati, dia berkata, ‘Alangkah buruknya perbuatan yang kalian lakukan setelah kepergianku.’”
(QS. Al-A’raf: 150)
Namun, dalam ayat berikutnya, disebutkan bahwa Nabi Musa baru bertindak setelah kemarahannya mereda:
Bahasa Arab:
وَلَمَّا سَكَتَ عَن مُّوسَى ٱلْغَضَبُ أَخَذَ ٱلْأَلْوَاحَ وَفِى نُسْخَتِهَا هُدًۭى وَرَحْمَةٌۭ لِّلَّذِينَ هُمْ لِرَبِّهِمْ يَرْهَبُونَ
Latin: Walammā sakata 'an mūsā al-ghaḍabu akhadza al-alwāḥa wa fī nuskhatihā hudan wa raḥmatun lilladhīna hum lirabbihim yarhabūn.
Artinya: "Dan ketika amarah Musa telah mereda, dia mengambil kembali luh-luh itu; di dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang takut kepada Tuhannya."
(QS. Al-A’raf: 154)
Ini menunjukkan bahwa meskipun ada amarah yang benar, kita tetap harus menunggu hingga emosi kita stabil sebelum bertindak. Bahkan ketika menghadapi ketidakadilan besar, seperti yang sering kita lihat dalam perlakuan terhadap saudara-saudara kita di Palestina, kita harus mengelola amarah kita dengan cara yang strategis dan bijaksana.
Lima Tips Praktis Mengendalikan Amarah dalam Islam
Berikut adalah lima tips praktis dari tradisi Nabi yang dapat membantu kita mengendalikan amarah:
1. Mencari Perlindungan kepada Allah dari Setan
Rasulullah SAW bersabda:
"Jika seorang laki-laki marah dan berkata, ‘Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk,’ maka kemarahannya akan hilang.” (HR. Al-Jaami’ al-Sagheer no. 695)
Bahasa Arab:
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Latin: A'udhu billahi min ash-shaytan ir-rajim
Artinya: "Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk."
Dalam situasi di mana amarah meningkat, sangat penting untuk segera mengingat Allah dan berlindung kepada-Nya dari godaan setan yang sering memperbesar amarah kita. Ucapan "A'udhu billahi min ash-shaytan ir-rajim" memiliki kekuatan untuk menenangkan hati dan menghilangkan amarah.
2. Mengubah Posisi Tubuh
Nabi SAW juga memberikan panduan praktis lain: “Jika kalian marah saat berdiri, duduklah. Jika masih marah, berbaringlah.” (HR. Abu Dawud no. 4782)
3. Berwudhu
Rasulullah SAW bersabda:
"Amarah itu berasal dari setan, dan setan diciptakan dari api. Maka jika salah seorang dari kalian marah, hendaknya ia berwudhu, karena air dapat memadamkan api." (HR. Abu Dawud no. 4784)
4. Mengingat Pahala Menahan Amarah
Dalam sebuah hadis, Nabi SAW bersabda:
"Barang siapa yang menahan amarah padahal ia mampu untuk melampiaskannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat dan mempersilakannya memilih bidadari yang dia sukai.” (HR. At-Tirmidzi no. 2493)
5. Menghindari Pemicu Amarah
Islam juga mengajarkan kita untuk bijak dalam mengenali dan menghindari hal-hal yang dapat memicu amarah kita.
Artikel ini mencantumkan dalil dari Al-Qur'an dan hadis Nabi Muhammad SAW, serta memberikan panduan praktis untuk mengendalikan amarah sesuai dengan ajaran Islam. Dengan mengingat Allah dan berupaya menjaga hati kita dari godaan setan, insyaAllah kita dapat menjadi hamba yang lebih sabar dan bijaksana.