Reaksi Publik atas Usulan Gerbong Rokok di Kereta Api: Mundur ke Belakang

Usulan anggota DPR soal gerbong khusus rokok di kereta api menuai kritik. PT KAI dan YLKI menolak keras karena menyalahi aturan, merugikan kesehatan, dan menurunkan kualitas layanan transportasi.

Reaksi Publik atas Usulan Gerbong Rokok di Kereta Api: Mundur ke Belakang

Belum lama ini, publik dibuat heboh dengan pernyataan anggota Komisi VI DPR RI, Nasim Khan, yang mengusulkan adanya tambahan gerbong khusus rokok pada layanan kereta api. Ia beralasan, gerbong ini bisa menjadi tempat bagi penumpang yang merasa bosan selama perjalanan panjang.

Namun, usulan tersebut justru menuai kritik keras dari berbagai pihak, termasuk PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).


Usulan yang Menyalahi Aturan

Sejak tahun 2012, kereta api di Indonesia telah ditetapkan sebagai kawasan bebas asap rokok. Kebijakan ini dikuatkan dengan sejumlah regulasi, antara lain:

  • UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

  • PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Produk Tembakau

  • SE Menteri Perhubungan Nomor 29 Tahun 2014 tentang Larangan Merokok di Angkutan Umum

Dengan dasar hukum yang jelas, maka usulan menghadirkan kembali gerbong rokok jelas bertentangan dengan peraturan yang berlaku.


Kenyamanan Publik Lebih Utama

Transportasi umum seperti kereta api mengutamakan kenyamanan bersama. Kehadiran gerbong rokok justru berpotensi mengganggu kesehatan penumpang lain, terutama anak-anak, lansia, dan perempuan hamil.

Apalagi, asap rokok bersifat menular. Sekat atau ruang khusus sekalipun tidak bisa menjamin udara tetap bersih. Karena itu, YLKI menyebut usulan ini sebagai “usul ngawur” karena bukan memperkuat perlindungan konsumen, melainkan sebaliknya.


Dampak Rokok pada Kesehatan dan Ekonomi

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa kerugian negara akibat rokok mencapai lebih dari Rp10 triliun setiap tahunnya, khususnya dari pembiayaan penyakit paru kronis seperti PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis).

Fakta ini membuktikan bahwa rokok tidak hanya membahayakan kesehatan individu, tetapi juga menambah beban ekonomi negara. Maka, tidak masuk akal jika transportasi umum justru difasilitasi untuk merokok.


Transportasi Sehat Adalah Hak Semua Penumpang

Kereta api kini menjadi pilihan favorit masyarakat karena menawarkan perjalanan yang nyaman, aman, dan ramah lingkungan. Salah satu daya tariknya adalah kebijakan bebas asap rokok.

Membuka kembali peluang adanya gerbong rokok sama saja dengan mundur ke belakang, merusak citra PT KAI, serta mengorbankan hak mayoritas penumpang atas udara bersih.


Penutup

Usulan anggota DPR terkait gerbong rokok di kereta api jelas tidak sejalan dengan semangat regulasi dan kesehatan publik. Kritik dari KAI dan YLKI sudah sangat tepat: transportasi umum harus dijaga agar tetap sehat, nyaman, dan aman bagi semua orang.

Daripada menghidupkan kembali gerbong rokok, seharusnya para legislator fokus pada kebijakan yang menekan prevalensi perokok di Indonesia. Masyarakat berhak mendapatkan transportasi publik yang modern, sehat, dan bebas asap rokok.