RELEVANSI EKONOMI SYARIAH DALAM MENJAWAB TANTANGAN EKONOMI KONTENPORER

Dunia ekonomi global terus dihadapkan pada dinamika yang kompleks dan penuh tantangan. Mulai dari ketimpangan ekonomi yang lebar, krisis finansial yang berulang, ketidakstabilan sistem moneter, hingga dampak buruk dari ekonomi yang mengeksploitasi sumber daya tanpa memedulikan keberlanjutan. Dalam suasana ketidakpastian ini, banyak pihak mulai menengok ke belakang, mencari sistem alternatif yang tidak hanya mengejar pertumbuhan semata, tetapi juga keadilan dan keseimbangan. Di sinilah Ekonomi Syariah hadir dengan narasi segar dan solusi yang relevan, bukan sekadar sebagai sistem bagi umat Muslim, melainkan sebagai sebuah paradigma ekonomi universal yang menjawab tantangan zaman.

RELEVANSI EKONOMI SYARIAH DALAM MENJAWAB TANTANGAN EKONOMI KONTENPORER

1. Fondasi Filosofis: Lebih dari Sekadar "Bebas Riba"

Ekonomi syariah sering kali disederhanakan menjadi sistem "bebas bunga (riba)". Padahal, esensinya jauh lebih dalam dan holistik. Fondasinya dibangun di atas tiga pilar utama:

· Keadilan (‘Adl): Prinsip ini menolak segala bentuk eksploitasi, ketidakpastian (gharar), dan perjudian (maysir). Transaksi harus transparan dan adil bagi semua pihak.

· Kemitraan (Syirkah): Ekonomi syariah mendorong hubungan kemitraan, bukan hubungan debitur-kreditur. Konsep bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) menyelaraskan risiko dan keuntungan antara pemodal dan pengusaha, mendorong ekonomi riil yang produktif.

· Kesejahteraan (Maslahah): Tujuan akhirnya adalah mencapai kesejahteraan yang menyeluruh (falah), bukan hanya kekayaan material. Kesejahteraan ini mencakup aspek spiritual, sosial, dan lingkungan.

Dengan fondasi ini, ekonomi syariah secara inheren dirancang untuk mencegah akumulasi kekayaan di segelintir orang dan mendorong distribusi yang lebih merata.

2. Relevansi dengan Tantangan Kontemporer

Berikut adalah bagaimana prinsip-prinsip ekonomi syariah memberikan jawaban konkret atas masalah ekonomi kontemporer:

a. Menjawab Ketimpangan Ekonomi dan Inklusi Keuangan

KonsepZakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF) adalah instrumen fiskal yang powerful dalam redistribusi kekayaan. Zakat, sebagai kewajiban bagi yang mampu, secara sistematis memindahkan modal dari sektor yang "mandek" ke sektor produktif bagi masyarakat kurang mampu. Ini adalah mekanisme pengentasan kemiskinan dan pemerataan yang built-in dalam sistem, jauh melampaui konsep CSR (Corporate Social Responsibility) konvensional.

b. Menstabilkan Sistem Keuangan

Krisis finansial 2008 membuktikan kerapuhan sistem keuangan yang berbasis spekulasi dan instrumen derivatif yang kompleks.Ekonomi syariah, dengan larangan gharar (ketidakpastian dan spekulasi berlebihan), memastikan setiap transaksi keuangan harus terkait dengan aset riil (asset-backed). Ini mencegah gelembung spekulatif dan menciptakan sistem keuangan yang lebih stabil dan terkait langsung dengan sektor riil.

c. Mendorong Pembangunan Berkelanjutan (ESG)

Prinsipkhalifah (penjaga bumi) dalam Islam menempatkan manusia sebagai steward yang bertanggung jawab atas alam. Konsep ini selaras dengan prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance). Investasi syariah secara prinsip menghindari bisnis yang merusak lingkungan, seperti industri yang menghasilkan polusi berat. Keuangan Berkelanjutan (Sustainable Finance) dan Green Sukuk (obligasi syariah ramah lingkungan) adalah bukti nyata bagaimana ekonomi syariah menjadi pionir dalam pembangunan berkelanjutan.

d. Mengatasi Pengangguran dan Mendukung UMKM

Konsep kemitraan(mudharabah dan musyarakah) sangat cocok untuk membiayai Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Berbeda dengan bank konvensional yang mensyaratkan jaminan fisik yang sering tidak dimiliki UMKM, pembiayaan syariah melihat prospek bisnis dan kemitraan. Ini membuka akses modal yang lebih luas, merangsang kewirausahaan, dan menciptakan lapangan kerja.

e. Menghadapi Disrupsi Digital (Fintech Syariah)

Revolusi digital tidak dihindari,melainkan diadopsi dengan tetap berpegang pada prinsip syariah. Lahirnya berbagai Fintech Syariah dan Bank Digital Syariah menunjukkan adaptasi sistem ini. Teknologi blockchain, misalnya, dapat digunakan untuk meningkatkan transparansi dalam distribusi zakat dan penerbitan sukuk, memperkuat kepercayaan publik.

3. Tantangan dan Langkah Ke Depan

Meski relevan, ekonomi syariah masih menghadapi tantangan, seperti:

· Pemahaman yang Masih Parsial: Ekonomi syariah masih sering dilihat sebagai sistem "bagi Muslim saja".
· Standardisasi dan Regulasi: Perlu harmonisasi standar syariah secara global untuk memudankan integrasi dengan keuangan internasional.

· Literasi dan SDM: Peningkatan literasi masyarakat dan ketersediaan SDM yang mumpuni di bidang ini masih perlu ditingkatkan.

Untuk mengatasinya, diperlukan sosialisasi yang komprehensif bahwa nilai-nilai ekonomi syariah—seperti keadilan, etika, dan keberlanjutan—adalah nilai universal. Sinergi antara pemerintah, pelaku industri, dan akademisi untuk memperkuat ekosistem dan inovasi produk juga menjadi kunci.

Kesimpulan

Ekonomi syariah bukanlah sistem usang yang terperangkap dalam sejarah. Ia adalah sistem yang dinamis dan visioner. Relevansinya dalam menjawab tantangan ekonomi kontemporer—dari ketimpangan, ketidakstabilan finansial, hingga kerusakan lingkungan—terbukti secara filosofis dan praktis. Dengan fondasi keadilan, kemitraan, dan kesejahteraan yang kokoh, ekonomi syariah tidak hanya menawarkan alternatif, tetapi mungkin saja solusi yang dibutuhkan dunia untuk membangun masa depan ekonomi yang lebih inklusif, stabil, dan berkelanjutan bagi semua.