21 Negara Kecam Israel soal Permukiman E1 di Tepi Barat, Dinilai Langgar Hukum Internasional

21 negara, termasuk Inggris dan Prancis, mengecam rencana permukiman Israel di Tepi Barat yang dinilai ilegal dan ancam perdamaian Palestina-Israel.

21 Negara Kecam Israel soal Permukiman E1 di Tepi Barat, Dinilai Langgar Hukum Internasional
Tembok pemisah Israel di dekat Al-Eizariya jadi pusat kontroversi, lokasi rencana permukiman E1 yang dikecam 21 negara sebagai ancaman perdamaian.

LONDON – Inggris dan Prancis termasuk di antara 21 negara yang pada Kamis (21/8/2025) menandatangani pernyataan bersama yang mengecam keputusan Israel menyetujui proyek permukiman besar di Tepi Barat. Keputusan tersebut dinilai “tidak dapat diterima dan melanggar hukum internasional.”

Israel sebelumnya menyetujui rencana pembangunan di lahan seluas sekitar 12 kilometer persegi yang dikenal sebagai E1, terletak di sebelah timur Yerusalem, pada Rabu (20/8/2025).

“Kami mengutuk keputusan ini dan mendesak agar segera dibatalkan,” demikian isi pernyataan bersama para menteri luar negeri yang juga ditandatangani Australia, Kanada, dan Italia.

Selain itu, Belgia, Denmark, Estonia, Finlandia, Islandia, Irlandia, Jepang, Latvia, Lituania, Luksemburg, Belanda, Norwegia, Portugal, Slovenia, Spanyol, Swedia, serta Kepala Urusan Luar Negeri Uni Eropa juga menjadi penandatangan.

Pernyataan tersebut menyoroti pernyataan Menteri Keuangan sayap kanan Israel, Bezalel Smotrich, yang menyebut rencana E1 akan “membuat solusi dua negara menjadi mustahil dengan membelah calon negara Palestina dan membatasi akses Palestina ke Yerusalem.”

“Rencana ini tidak membawa manfaat bagi rakyat Israel,” lanjut pernyataan itu.

“Sebaliknya, hal ini justru berisiko melemahkan keamanan, memicu kekerasan, dan meningkatkan ketidakstabilan, menjauhkan kita dari perdamaian. Pemerintah Israel masih memiliki kesempatan untuk menghentikan rencana E1 ini. Kami mendesak agar segera dibatalkan,” tegas mereka.

Rencana E1 mencakup pembangunan sekitar 3.400 unit rumah di area yang sangat sensitif secara geopolitik, menghubungkan Yerusalem dengan permukiman Israel Maale Adumim.

Seluruh permukiman Israel di Tepi Barat—yang diduduki sejak 1967—dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional, terlepas dari izin perencanaan yang dikeluarkan Israel.

Otoritas Palestina yang berbasis di Ramallah mengecam keras langkah terbaru ini, sementara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga melontarkan kritik serupa.

Inggris pada Kamis (21/8) bahkan memanggil Duta Besar Israel untuk Inggris, Tzipi Hotovely, untuk menyampaikan protes resmi.

“Jika dilaksanakan, rencana permukiman ini akan menjadi pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan akan membelah negara Palestina masa depan menjadi dua, yang secara kritis melemahkan solusi dua negara,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Inggris.